Kampar  

Tersangka Perambah Hutan di Kampar, Terancam 10 Tahun Penjara dan Denda Rp7,5 Miliar

RNN.COM, KAMPAR – Kepolisian Daerah (Polda) Riau berhasil mengungkap kasus perambahan hutan lindung di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Pengungkapan ini merupakan bentuk keseriusan Satuan Tugas Penanggulangan Perambahan Hutan (Satgas PPH) Polda Riau dalam menindak kejahatan lingkungan.

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Riau, Irjen Pol. Hery Heryawan, menyatakan komitmennya untuk terus melakukan operasi terpadu dan penegakan hukum lingkungan secara intensif.

“Ke depan kita akan terus melakukan operasi terpadu dalam rangka penegakan hukum lingkungan yang akan berlangsung terus menerus secara intensif,” ujar Irjen Pol. Hery Heryawan dalam konferensi pers pada Senin (9/6/2025).

Kapolda Riau juga menegaskan bahwa penanganan 21 kasus di tahun 2025 ini menunjukkan keseriusan Polda Riau dalam menegakkan hukum terhadap kerusakan lingkungan yang berdampak pada ekosistem dan peningkatan risiko bencana.

Terlebih lagi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menyampaikan potensi musim kemarau panjang di bulan Juni-Juli, yang meningkatkan risiko kebakaran hutan.

“Kita tentunya tidak mau terulang kembali kejadian kebakaran beberapa tahun lalu, kita tidak ingin anak-anak dan cucu-cucu kita yang terdampak dengan ISPA yang saat itu banyak terjadi,” tegas Irjen Pol. Hery Heryawan, sembari mengajak masyarakat untuk menumbuhkan komitmen bersama dalam menjaga kelestarian hutan dan alam.

Sementara Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, menjelaskan kronologi pengungkapan tindak pidana kehutanan di kawasan hutan produksi terbatas Batang Lipai Siabu dan kawasan hutan lindung Batang Ulak, Desa Balung.

“Pembentukan Satgas PPH pada 19 Mei 2025, yang merupakan inisiasi Kapolda Riau yang sangat konsen terhadap masalah lingkungan, menjadi langkah awal pengungkapan ini. Berawal dari informasi masyarakat, Satgas PPH melakukan pengecekan di Desa Balung pada 22 Mei 2025,” ujar Kombes Pol Ade.

Di lokasi, kata dia tim bertemu dengan Suhendra, penjaga kebun milik berinisial MM. Dari keterangan Suhendra, diketahui bahwa lahan seluas 50 hektar yang dijaga, dengan sekitar 21 hektar yang sudah dibuka, masuk dalam kawasan hutan lindung Batang Ulak dan hutan produksi terbatas Batang Lipai Siabu.

Berdasarkan keterangan Suhendra, tim Satgas PPH yang dipimpin AKBP Nasrudin melakukan pengembangan dan berhasil mengamankan MM pada 24 Mei 2025 di kediamannya. Dari pemeriksaan MM, didapatkan informasi bahwa lahan tersebut didapat dari tersangka berinisial B.

Modus operandi yang terungkap adalah kerjasama bagi hasil, di mana MM mendapatkan lahan seluas 50 hektar dari B untuk perkebunan sawit dengan sistem bagi hasil 70 persen untuk MM dan 30 persen untuk B selaku pemberi lahan.

Pengembangan lebih lanjut mengamankan tersangka B dan DM. Kedua tersangka ini merupakan “ninik mamak” atau tetua adat di Desa Balung. Peran B adalah menghibahkan lahan kepada MM, sementara DM adalah orang yang mengetahui dan mengizinkan, mengklaim memiliki luas wilayah adat sebesar 6.000 hektar.

“Keduanya diamankan untuk dimintai pertanggungjawaban dalam perkara perambahan kawasan hutan,” katanya.

Dari hasil pemeriksaan ketiga tersangka, pengembangan berlanjut ke lokasi lain dalam satu hamparan di wilayah hutan lindung Batang Ulak, dan diamankan saudara MJT yang memiliki lahan seluas lebih kurang 10 hektar.

MJT membeli lahan dari saudara R, yang saat ini masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). MJT sendiri belum dapat dibawa ke lokasi konferensi pers karena memiliki riwayat sakit jantung dan sedang dirawat di rumah sakit.

Polda Riau mengeluarkan dua Laporan Polisi (LP) terpisah terkait kasus ini. LP pertama melibatkan tersangka MM, B, dan DM. Sedangkan untuk tersangka keempat, MJT, diterbitkan LP terpisah karena lokasi lahannya yang berbeda.

Barang bukti yang diamankan antara lain dokumen berupa akta perjanjian kerja sama bagi hasil, serta surat perjanjian jual beli dari para tersangka dengan pemilik awal. Adapun peran masing-masing tersangka adalah, MM, selaku pemilik lahan 50 hektar yang bekerjasama dengan tersangka B.

Sementara tersangka B, orang yang mendapatkan tanah dari Ninik Mamak Desa Balung, DM, seluas 50 hektar untuk mencari investor dan kemudian bekerjasama dengan MM. Kemudian DM, orang yang mengklaim memiliki lahan seluas 6.000 hektar sebagai tanah ulayat di wilayah hutan lindung tersebut.

Selanjutnya MJT, merupakan pemilik lahan 10 hektar yang membeli lahan dari saudara R (DPO), yang diketahui oleh Ninik Mamak DM. Namun tersangka MJT tidak dibawa kelokasi karena memiliki riwayat penyakit jantung. Menurut Kombes Pol Ade Kuncoro saat pemeriksaan kesehatan MJT, ia harus dirawat di rumah sakit.

Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 78 Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, juncto UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja, serta Pasal 92 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Mereka terancam hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp7,5 miliar.

“Polda Riau menegaskan tidak akan berhenti pada dua perkara yang ditangani saat ini, melainkan akan terus melakukan verifikasi dan penegakan hukum terhadap pelaku pengrusakan di kawasan hutan produksi terbatas Batang Lipai Siabu dan kawasan hutan lindung Batang Ulak yang diklaim sebagai tanah ulayat milik DM,” pungkasnya.